ABOUT US

Our development agency is committed to providing you the best service.

ACHIEVEMENTS

We help our clients integrate, analyze, and use their data to improve their business.

150

GREAT PROJECTS

300

HAPPY CLIENTS

650

COFFEES DRUNK

1568

FACEBOOK LIKES

STRATEGY & CREATIVITY

Phasellus iaculis dolor nec urna nullam. Vivamus mattis blandit porttitor nullam.

PORTFOLIO

We pride ourselves on bringing a fresh perspective and effective marketing to each project.

  • INTEGRITAS KEPRIBADIAN DAN SIKAP PROFESSIONAL DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN

    INTEGRITAS KEPRIBADIAN DAN SIKAP PROFESSIONAL DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN



    KATA PENGANTAR

     Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas rahmat dan hidayah-Nya., sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Integritas Kependidikan dan Sikap Professional dalam Profesi Kependidikan” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.  Kiranya dalam penulisan ini, kami masih menghadapi cukup banyak kendala dan selesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.  Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.  Kami berharap semoga makalah dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pendidikan yang dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.


    Semarang, 8 April 2018


    BAB I
    PENDAHULUAN
    1.1.       Latar Belakang
    Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan sosio-kultural yang terkadang sulit diprediksi, profesi pendidikan seakan-akan dihadapkan pada dilema yang kompleks. Di satu pihak, masyarakat pengguna jasa kependidikan menuntut akan kualitas layanan jasa kependidikan secara lebih baik, tetapi di pihak lain para penyandang profesi kependidikan dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Bahkan secara individual mereka dihadapkan pula pada suatu realitas bahwa kesejahteraannya perlu mendapat perhatian khusus. Imbalan jasa kependidikan yang kurang sesuai menurut ukuran kebutuhan hidup realistis masih menjadi topik diskusi keseharian masyarakat. Padahal masyarakat yakin betul bahwa kelangsungan hidup bangsa ini akan sangat ditentukan oleh keberhasilan proses sistem pendidikan.
    Banyak orang yang menganggap bahwa menjadi seorang guru itu mudah. Presepsi itu sungguh tidak benar adanya, karena seseorang guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik dan mengajar. Tanggung jawab itulah yang menjadi professionalitas seorang guru di mata masyarakat. Seorang guru tidak sebatas mengajar di kelas tetapi juga harus menjadi tauladan bagi muridnya. Ketauladanan tersebut akan menjadi tolak ukur keberhasilan si guru. Dalam mentrasfer ilmu, seorang guru haruslah memerhatikan murid-murid secara bijak dan cermat, karena antara murid yang satu dan lainnya berbeda karakter. Ada murid yang cepat dalam menangkap pelajaran, ada juga murid yang lamban dalam memahami pelajaran. Selain itu guru juga harus menjunjung tinggi etika dan norma dalam mendidik.
    Itulah sekelumit permasalahan yang sesungguhnya akan terasa amat sulit jika dihadapi secara individual. Artinya, kalangan profesional kependidikan dipandang perlu untuk membentuk suatu organisasi profesi dan masuk di dalamnya sebagai anggota. Melalui fungsi pemersatu organisasi ini, penyandang profesi kependidikan memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam menjalankan tugas keprofesiannya. Bukan hanya itu, suatu organisasi kependidikan berupaya meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan.
    Banyak hal yang bermanfaat bagi penyandang profesi kependidikan dari organisasi profesinya sendiri. Sebab itu, disi dipandang penting untuk dibahas. Berikut ini dikemukakan hakikat pengertian, tujuan, jenis-jenis, pengembangan dan peran organisasi profesi kependidikan.
    1.2.       Rumusan Masalah
    Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
    a.    Apa sajakah jenis – jenis organisasi profesi kependidikan di Indonesia?
    b.    Bagaimanakah pengembangan organisasi profesi & pengembangan sikap profesional kependidikan di Indonesia?
    c.    Apakah peran organisasi kependidikan di Indonesia?
    d.    Bagaimanakah pengertian tentang sikap profesional kependidikan?
    1.3.       Tujuan
    Dari rumusan masalah di atas, dapat diketahui tujuan penulisan makalah ini yaitu:
    a.    Untuk mengetahui jenis–jenis organisasi profesi kependidikan di Indonesia.
    b.    Untuk mengetahui pengembangan organisasi profesi & pengembangan sikap profesional kependidikan di Indonesia.
    c.    Untuk mengetahui peran organisasi kependidikan di Indonesia.
    d.    Untuk mengetahui pengertian sikap profesional kependidikan.


    BAB II
    PEMBAHASAN
    2.1        Jenis-jenis Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia
    Berikut ini jenis-jenis organisasi profesi kependidikan yang ada di Indonesia:
    a.  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
    PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
    Tujuan utama pendirian PGRI adalah:
    1.    Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)
    2.    Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi) Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service, not commodity”.
    3.    Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).
    b.  Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
    MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas.
    Menurut Mangkoesapoetra, MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah.
    Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut pedoman MGMP  adalah:
    1.    Tujuan umum.
    Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru.
    2.    Tujuan khusus.
    3.    Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien.
    4.    Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan siswa.
    5.    Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. .
    c.  Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
    Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984.
    Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; (e) meindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan (g) menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan.
    Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang telah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya.
    d.  Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
    Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.
    Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini.
    1.  Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.
    2.  Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya.
    3.  Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975).

    2.2        Pengembangan Organisasi Profesi & Pengembangan Sikap Profesional Kependidikan di Indonesia
    a.  Pengembangan Organisai Profesi
    Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia, jelas pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yakni:
    1)     Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
    2)     Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
    3)     Guru bantu yakni yang lulus ujian guru bantu.
    4)     Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
    5)     Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
    Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu daerah dengan daerah lainnya. Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga didirikan sekolah normal, namun pada mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakanhanya mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan saja. Kedalamnya belum dimasukan secar khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands Inslandse School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burger School (HBS), dan Algemene Middlebare School (AMS) maka secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya seperti Hogere Kweekschool (HKS)untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution,1987).
    Keadaan yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan jepang dan awal perang kemerdekaan, walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
    Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh, statusnya mulai membaik. Di Imdonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR / MPR. Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan para guru, baik dari segi profesional ataupun kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan profesional, sehingga jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, semuanya akan tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya, serta masyarakat dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan guru itu.
    Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunayi wibawa yang sangat tinggi, dan dianggapsebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa. Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
    b.  Pengembangan Sikap Profesional Kependidikan
    Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini jelas berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
    1)     Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
    Dalam pendidikan prajabatan seorang guru harus dididik dalam segala hal (ilmu, pengetahuan, sikap dan keterampilan) karena tugasya bersifat unik, guru selalu menjadi panutan sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru 10 bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Pembentukan sifat yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan perguruan tinggi. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional di rancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang di peroleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah di tentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dpat di berikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang di rencanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
    2)     Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
    Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Akan tetapi peningkatan harus terus dilakukan dengan cara formal seperti mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu: (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik.

    2.3        Peran Organisasi Profesi Kependidikan di Indonesia
    Jabatan professional harus memiliki wadah untuk menyatakan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi yaitu organisasi profesi guru di negara kita wadah ini telah ada dan dikenal dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Organisasai ini didirikan sebagai wujud aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Salah satu tujuan organisasi ini adalah mempertinggi kesadaran sikap, mutu dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru. Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan profesional profesi ini. Kedua fungsi tersebut dapat diuraikan seperti berikut ini :
    1.  Fungsi Pemersatu
    Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakkan para profesional untuk membeantuk suatu organisasi keprofesian. Motif tersebut begitu bervariasi, ada yang bersifat sosial, politik, ekonomi, kultural, dan falsafah tentang sistem nilai. Namun, umumnya dilatar belakangi oleh dua motif, yaitu motif intrinsik dan ekstrinsik.[ Abin Syamsudin, 1999. hlm. 95 ] Secara intrinsik, para profesional terdorong oleh keinginannya medapatkan kehidupan yang layak, sesuai dengan tugas profesi yang diembannya, bahkan mungkin mereka terdorong oleh semangat menunaikan tugasnya sebaik dan seikhlas mengkin. Secara ekstrinsik mereka terdorong oleh tmntutan masyarakat pengguna jasa suatu profesi yang semakin hari semakin klompleks.
    Kedua motif tersebut sekaligus merupakan tantangan bagi pengemban suatu profesi, yang secara teoritis sangat sulit dihadapi dan diselesaikan secara individual. Kesadaran atas realitas ini menyebabkan para profesional membentuk organisasi profesi. Demikian pula organisasi profesi kependidikan , merupakan organisasi profesi sebagai wadah pemersatu pelbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kopleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu upaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
    2.  Fungsi Peningkatan Kemampuan Profesional
    Fungsi kedua dari organisasi profesi adalah meningkatkan kemampuan profesional para pengemban profesi kependidikan. Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi : Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan. PP tersebut menunjukkan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan para anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisaasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989, Pasal 31; ayat 4 dinyatakan bahwa : Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta pembangunan bangsa.
    Kemampuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah apa yang disebut dengan istilah kompetensi , yang oleh Abin Syamsuddin dijelaskan bahwa kopetensi merupakan kecakapan atau kemampuan mengerjakan pekerjaan kependidikan. Guru yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mengerjakan pekerjaan kependidikan disebut dengan guru yang kompeten.
    Peningkatan kemampuan profesional tenaga kependidikan berdasarkan Kurikulum 1994 dapat dilakukan melalui dua program, yaitu program terstruktur dan tidak terstruktur. Program terstruktur adalah program yang dibuat dan dilaksanakan sedemikian rupa, mempunyai bahan dan produk kegiatan belajar yang dapat diakreditasikan secara akademik dalam jumlah SKS tertentu. Dengan demikian , Pada akhir program para peserta akan memperoleh sejumlah SKS yang pada gilirannya dapat disertakan dengan kualifikasi tetrtentu tenaga kependidikan. Program tidak terstruktur adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan yang dibuka berdasarkan kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan waktu dan lingkungan yang ada. Terlingkup dalam program tidak terstruktur ini adalah:
    a.    Penataran tingkat nasional dan wilayah;
    b.    Supervisi yang dilaksanakan oleh pengawas atau pejabat yang terkait seperti Kepala Sekolah, Kepala Bidang, Kakandep;
    c.    Pembinaan dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama tenaga kependidikan sejenis melalui forum konunikasi, seperti MGI.
    d.    Pembinaan dan pengembangan individual, yaitu upaya atas inisiatif sendiri dengan partisipasi dalam seminar, loka karya, dan yang lainnya.

    2.4        Sikap Profesional Kependidikan di Indonesia
    Sebelum menguraikan definisi Sikap Profesional Guru, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut. Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, “Sikap” adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Sedangkan Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan Sikap seseorang pada suatu objek adalah Perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menghindari sesuatu. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memiliki standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Nana Sudjana, 1988 dalam usman, 2005). Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalar pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dijelaskan menurut Arifin (2000), bahwa guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:
    a.  Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
    b.  Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
    c.   Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
    Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
    Berdasarkan beberapa pengertian diatas ditambah dengan pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa, Sikap Guru Profesional adalah Suatu Kepribadian atau respon yang menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi sebagai seorang guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran yang ahli dalam menyampaikannya Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, dan akademis. Dengan kata lain, Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
    a. Sasaran Sikap Profesional Kependidikan
    Sikap dan Pola tingkah laku seorang guru yang berhubungan dengan profesionalisme haruslah sesuai dengan sasarannya, Sasaran Sikap Profesional Guru diantaranya:
    1)   Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
    Pada butir sembilan kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”. (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan dinegara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam rangka pembangunan dibidang pendidikan di Indonesia, departemen pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijasanaan. Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lainnya dalam rangka pembinaan pendidikan di negara. Contohnya, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (UAN) dan lain sebagainya. Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuanketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar yang kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijakan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia.   
    2)   Sikap Terhadap Organisasi Profesi
    Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, dimana unsur pembentuknya adalah guruguru. Organisasi harus membina mengawasi para anggotanya, yang dimaksud dengan organisasi adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oeh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dalam dasar keenam kode etik itu dengan gamblang juga dituliskan, bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai bidang akademik lainnya. Peningkatan mutu profesi keguruan dapat telah direncanakan dan dilakukan secara bersamaan atau berkelompok. Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh yang dilakukan oleh pemerintah, maka diwaktu mendatang diharapkan organisasi profesional yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu sendiri.
    3)   Sikap Terhadap Teman Sejawat
    Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa :
    a.  Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
    b.  Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
    Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukan betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
    a)     Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
    Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama personal yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan semua personal sekolah lainya. Semua personal sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik disekolah tersebut. Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbanakan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979).
    b)     Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
    Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudara seperti tersebut, bagi kita masih perlu di tumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
    4)   Sikap Terhadap Anak Didik
    Dalam kode etik guru indonesia dengan jelas dituliskan bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila, dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni : Tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian seperti yang dikekmukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah “Ing Angarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Dan Tut Wuri Handayani”. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya dan guru memperhatikannya. Dalam handayani berati guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan kearah pembentukan manusia yang seutuhnya yang berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari departemen pendidikan dan kebudayaan RI. Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani tidak hanya berilu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Oleh Karenanya, Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja. Tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani dan sosial sesuai dengan dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan tantangan dalam kehidupannya sebagi insan dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.
    5)   Sikap Terhadap Tempat Kerja (sekolah)
    Sudah menjadi perkembangan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu guru sendiri dan hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dari kode etik yang berbunyi : “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan. Suasana harmonis di sekolah tidak akan terjadi apabila seluruh pihak yang terlibat tidak menjaga hubungan baik antara satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Seperti yang diketahui, peserta didik hanya menghabiskan sebagian kecil saja dari waktu mereka untu berada di sekolah, sebagian besarnya mereka gunakan untuk berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, peran keluarga dan masyarakat sangatlah penting bagi pendidikan peserta didik. Agar pendidikan di luar sekolah ini dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya hubungan dan kerja sama yang baik juga antara guru, orang tua, dan masyarakat. Pihak sekolah dapat memupuk hubungan yang baik dengan masyarakat dan orang tua dengan cara melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan di sekolah.
    6)   Sikap Terhadap Pemimpin
    Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pegurus cabang, daerah, sampai kepusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar DEPDIKBUD (Departement Pendidikan dan Kebudayaan), ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah dan seterusnya sampai kementrian pendidikan dan kebudayaan.
    7)   Sikap Terhadap Pekerjaan
    Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barang kali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu. Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya, Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah, koran, dan sebagainya. Didalam Kode Etik Guru Indonesia butir keenam ditujukan kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.





    BAB III
    PENUTUP
    3.1 Simpulan
    Organisasi profesi kependidikan adalah sebuah wadah perkumpulan orang–orang yang memiliki suatu keahlian dan keterampilan mendidik yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan latihan yang relatif lama, serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa organisasi kependidikan, antara lain: PGRI, ISPI, IPBI dan MGMP.
    Dari tahun ke tahun organisasi kependidikan terus mengalami peningkatan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Oranisasi tersebut sangat berperan kelangsungan pendidikan baik dari fungsinya sebagai pemersatu dan sebagai peningkatan kemampuan profesional.



    DAFTAR PUSTAKA
    Azwar, Saifuddin, 2000. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Peraturan
    Pemerintah No. 74 Tentang Guru dan UU Tahun 2008 Pasal 1 Ayat
    Hamalik, Oemar. (2008). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
    Peraturan Pemerintah Nomor 38 tentang Tenaga Kependidikan Tahun 1992.
    Putra, I. R. D. (2010). Organisasi Profesi Guru Indonesia. Diakses pada tanggal 7 April 2018 pukul 14.17 WIB melalui http://www.jarkom-iwanriopurba.web.id/2010/11/organisasi-profesi-guru-indonesia.html
    Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad 21. Jakarta: Grasindo.
    Soetcipto, dkk. (2004). PROFESI KEGURUAN. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
    Undang Undang Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional  


  • Recent Posts

    WHAT WE DO

    We've been developing corporate tailored services for clients for 30 years.

    CONTACT US

    For enquiries you can contact us in several different ways. Contact details are below.

    TEPLERRY

    • Street :Road Street 00
    • Person :Person
    • Phone :+045 123 755 755
    • Country :POLAND
    • Email :contact@heaven.com

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

    Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.